Isya Dengan Penampilannya
Karya : Dina Kurnia
Setiap orang pasti pernah merasa takut menjadi diri sendiri karena mereka merasa diri mereka buruk. Semua orang pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebagai seorang gadis kota yang mempunyai kelebihan dan kekurangan, aku pun pernah merasa diriku buruk. Meskipun begitu sebaiknya kita harus selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki.
***
Di pagi hari, tepatnya di rumahku sudah terdengar teriakan ibuku yang menggema di seluruh ruangan. Hampir membuatku terjatuh dari kasur.
“ISYAAA! AYO BANGUN GAK SEKOLAH APA!!” teriak ibu mengagetkanku.
“Huh, Iyaaa” jawabku terlonjak kaget (gimana gak kaget coba, suaranya aja kayak singa kelaparan ssstttt!!! (jari telunjuk dimulut)). Lalu beranjak pergi ke kamar mandi. Setelah selesai mandi aku memakai baju lengan panjang dengan celana monyet dan segera menuju ke ruang makan. Selesai makan aku segera berpamitan dengan ibuku dan mengeluarkan sepeda dari garasi.
***
Di jalan aku mengayuh sepeda dengan cepat karena jam tanganku sudah menunjukkan pukul 6.43. “Huh, huh, pliss jangan telat dong!!” Kataku geram dengan nafas yang tidak beraturan ingin cepat sampai.
***
Sesampainya di sekolah aku mengatur nafas dan segera memasuki ruang kelas.
“Huh, untung aja gurunya belum masuk.” Dengan senang aku berjalan menuju ketempat dudukku. Tapi semua kesenangan itu harus sirna ketika sebuah hinaan masuk ke pendengaranku tidak lain dan tidak bukan hinaan itu keluar dari mulut Si tukang gosip (tau lah yaa kenapa dipanggil Si tukang gosip).
“Eh gays! lihat deh, Isya jelek banget peke celana monyet kayak gitu hahahaha!!”hinanya. Hal itu membuat semua yang berada dikelas mendengarnya dan langsung melihat ke arahku. ‘Apa yang lucu coba?’ batinku sambil melihat penampilanku.
“Hahahaha! Iyaa tuh jelek banget.”
“Yang make juga kayak monyet lagi, Hahaha!.”
“Kayaknya dia gak bawa kaca dehh.”
“Hahahahaha!!kacanya ketinggalan.”
Mereka semua menertawaiku seakan mereka tak mengizinkanku memakai baju ini. Aku membiarkan mereka mengejekku dan segera duduk karena gurunya sudah datang.
Jam menunjukan pukul 10,hari ini pulang lebih awal karena gurunya ada rapat mendadak.
***
Ketika di perjalanan pulang aku masih memikirkan hinaan tadi “apa memang benar celana ini tidak pantas kupakai?.” Pikiranku mulai kemana-mana. “Oii Mbak pake sepeda jangan ngelamun mulu!!.” Sontak perkataan tadi membuatku tersadar “m-maaf….” Lamunan tadi hampir saja mencelakaiku.
***
Sesampainya di rumah, aku segera menemui ibuku dan bertanya.
“Bu apakah celana ini cocok kupakai?.”
“Kamu nyaman nggak pakai baju itu?.”
“Nyaman.” jawabku.
“Kalo Isya nyaman ya dipake aja.” Pinta ibuku.
“Tapii….” aku sedikit ragu karena… you know lah takut dihina lagi.
“Nggak apa-apa kalo temen Isya gak suka sama penampilan Isya, gak semua orang memiliki selera yang sama.”
“Iya Bu.” Jawabku.
***
Keesokan harinya aku berangkat sekolah menggunakan sepeda. Aku memakai baju yang sama seperti kemarin.
Sesampainya di sekolah aku berjalan melewati lorong-lorong kelas. Tiba di kelas Si tukang gosip dan para pengikutnya langsung mendatangiku. Benar saja tujuan mereka mendatangiku adalah untuk menghinaku lagi, seakan belum puas dengan hinaan mereka kemarin.
“Nggak punya baju lain yaa?, hahaha!.” Tanya Si tukang gosip dengan nada mengejek.
“Iya tuh.” Jawab semua pengikut Si tukang gosip bersautan.
“Mau sumbangan gak, hm.” Lanjut Si tukang gosip.
“Hahahaha!!iyaa.” Jawab semua pengikutnya.
“Iya iya mulu.” Sinis Si tukang gosip pada semua pengikutnya.
“Kita disini kan cuma berkontribusi jadi BII (bagian iya iya).” Jawab para pengikutnya dengan kompak.
“Ck, terserah. Back to the topik.” Si tukang gosip hanya pasrah mendengar jawaban mereka.
“Isya…” Si tukang gosip memanggil namaku dengan senyum menyeringai.
“Kalian nggak ada kerjaan lain kah?selain ngurusin aku.” Tanyaku pada Si tukang gosip dengan alis terangkat.
“Cih…siapa juga yang mau ngurusin, udah lah lagi males debat, laper nih.” Jawab Si tukang gosip mengelak dan mencari alasan agar cepat selesai lalu pergi diikuti para pengikutnya.
(Makanya jangan suka ngurusin hidup orang yaaa).
***
Di perjalanan pulang aku mengayuh sepeda dengan cepat, tidak sabar ingin menceritakan semua kejadian tadi pada Ibu. ‘Pasti ibu seneng banget dengernya.’ Batinku.
***
Sesampainya di rumah aku segera menemui ibuku dan menceritakan semua kejadian yang ada di sekolah. Dan benar saja ibuku sangat senang mendengarkan ceritaku.
Kita harus teliti dalam menilai diri kita sendiri dan ramah dalam menilai orang lain. Kita juga harus jadi orang sabar dan bisa mengontrol amarah. “Orang sabar disayang Tuhan, tapi terlalu sabar diinjek orang hahahahaha!!!.”
_TAMAT_
PROFIL PENULIS
Narasi Profil Penulis
Lahir di Pasuruan , pada tanggal 27 Oktober 2010, Dina Kurnia adalah anak kedua dari pasangan bapak Khoirul Anam dan ibu Anik Rohmawati. Penulis merupakan lulusan dari MI Miftahul Anwar Bangil Kabupaten Pasuruan. Saat ini Dina panggilan akrabnya tercatat sebagai siswi di MTsN 1 Pasuruan dan duduk di kelas VIII J.